Terdengar dari sebuah radio yang menyala sebuah lagu.. “Tidurlah adik, buanglah semua lelahmu.. Tidurlah adik Tersayang..” Dan lirik itu.. menjadi nyata dalam kehidupan Jeni, adiknya Reno.. Tidur dan tak akan pernah bangun lagi.
Pagi ini, Jeni sedang asik bermain computer sambil mendengarkan musik. Ia berencana untuk menikmati hari liburnya dengan duduk didepan computer sesuai waktu yang dia inginkan. Ia begitu senang, karena hari ini adiknya harus sekolah.. dan artinya.. Ialah yang akan menguasai computer itu seharian. Namun sayang.. yang seharusnya terjadi belum tentu terjadi. Meski memang sudah seharusnya terjadi. Dengan manja, adiknya yang masih duduk dibangku 5 SD itu tidak terima kenyataan dirinya harus sekolah hari ini, sedangkan kakaknya libur. Dengan manja ia membujuk ayahnya sambil merengek untuk minta ijin hari ini agar bisa berlibur bersama kakaknya. Berhubung dengan Reno masih duduk dibangku SD, ayahnya dengan mudah memberikan ijin itu, asalkan Reno mau tetap belajar pelajaran hari ini dirumah. Atas kemenangan yang dia terima, Reno lompat-lompat riang.
“Apaaa, Reno ga sekolah pa..??” Tanya Jeni kaget dan setengah tidak percaya. Ini bukan pertama kali terjadi, tapi karena harapannya terlalu tinggi untuk bebas sehari ini, ia shock, seakan-akan dunia ingin membelah jadi 8, dan seakan matahari besok tak akan mengeluarkan sinarnya, dan seolah-olah presiden memberi pengumuman kalau besok tak akan ada oksigen (lebai!).
“Kok bisa gitu pa..?” Tanya Jeni kesal.
“Yaa.. ngapain juga sich dia sekolah Jen, kamu tau sendiri disekolah dia juga Cuma main, mending papa bolosin dia, dan papa minta bu guru Jeni yang ngajarin, lebih terjamin, ya ga..?” Goda papanya pada Jeni yang sekarang sudah menekuk mukanya..
“Tapi pa.. Jeni pengen ngerasain sehari tanpa Reno, Jeni pengen main puas pa..!! Kalo soal ngajarin kan bisa besok-besok?”
“Sudahlah Jen.., dia pengen libur sama kakaknya.”
“Tapii…”
“Jeni.. kamu ga boleh ngomong bilang pengen sehari tanpa dia.. Coba kamu bayangkan kalau itu terjadi, kalau dia Meninggal?? Kamu harus mensukuri yang ada!!” Kali ini ayahnya berbicara dengan nada yang tinggi.
Jeni hanya bisa menghembuskan nafas yang panjang, dan masih dengan wajah cemberut,ia meninggalkan ayahnya dan masuk kamar.
Semuanya ga jauh-jauh dari yang dia tebak. Liburannya yang sudah dibayakngkan indah dipenuhi oleh gangguan dari Reno. Mau main computer , Reno menangis dan minta main duluan. Mau tiduran, Reno datang menghampirinya, dan menceritakan tentang film faforitnya yang sama sekali tidak ia mengerti, mauteleponan sama temennya, Reno datang lagi mengganggu dan berteriak-teriak. Akhirnya Jeni dengan kesalnya yang menumpuk membanting pintu kamar yang sudah ditempel kertas bertulis ‘JANGAN GANGGU GUE!!’, dan mengunci pintu itu..
Begitulah sehari-hari. Jeni tidak suka dengan adik kecilnya itu. Dan sampai kinipun, sampai adiknya kecil itu berubah menjadi adik yang tampan dan dewasa, ia tetap membencinya, tapi dengan kasus yang berbeda.
Adiknya Reno, tidak bisa diajak kompromi tentang pacarnya. Adiknya selalu memberikan komentar yang negative tentang pacar-pacarnya, dan selalu mengadu pada papanya setiap ia tau Jeni pacaran dengan cowok yang menurutnya tidak baik. Sampai ketika Jeni berpacaran dengan Fandi.
“Kak, syapa ni Fandi??” Tanya Reno pada kakaknya ketika sedang meminjam Hp Jeni, dan entah sengaja atau tidak sengaja sudah membaca sms dari seseorang bernama Fandi.
“Temen gue!! Jangan baca smsnya.” Jawab Jeni dengan jatung yang berdetak kencang seolah jantungnya sedang lari marathon, namun tetap berpura-pura memasang wajah cuek.
“Boong!! Kenapa temenan manggil beb??” Tanya Reno dengan kesal.
“Ih, mau tau aja sih lo..” Bentak Jeni sambil berusaha mengambil hpnya dari tangan Reno. Namun sayang tangan Reno bergerak lebih cepat dari tangan Jeni.. Jeni menangis..
“Reno.. balikin HP gw.. pliss”
Tapi Reno tak mengabaikan tangisan Jeni, dan keluar .. ketempat ayahnya.
Tak lama kemudian dengan suara kuat, ayahnya memanggil Jeni.
Tangan Jeni gemetaran, dan perutnya terasa mual. Ini bukan pertama kali dia diingatkan untuk tak boleh pacaran dulu!!.
Ia mencoba memberanikan diri menghadap ayahnya. Dan ketika sampai didepan ayahnya.
PLAK…
Satu tamparan meleset kepipi Jeni. Jeni tak kuasa menahan tangis. Ia menangis sekuat-kuatnya. Memegang pipinya yang memerah, berdenyut, dan mencoba menahan sakit yang luar biasa. Tepatnya saat itu dia kelas satu SMA, dan baru pertama kali ditampar oleh ayahnya.
“Sini HPnya Reno..!!”
“Tapi yah..” Jeni mencoba melindungi dirinya dari penyitaan HP.
“ga ada tapi2, ini udah yang kesekian kalinya!! Mulai detik ini, ga ada HP untuk kamu..”
Mendengar keputusan dari ayahnya, Jeni menangis pelan.. Ia melirik kearah Reno dengan tatapan dendam. Reno yang menyadarinya berpura-pura tidak tahu.
Dengan sejuta cara.. Jeni mempertahankan hubungannya dengan Fandi, sampai akhirnya 2 bulan berlalu.
Hari ini Reno berangkat ke Bandung untuk menunjungi sudara dari ibu nya. Jeni tak ikut dengan alasan sedang tidak enak badan. Akhirnya setelah sekian lama, ia dapatkan juga yang ia mau. Ia pergi ketika beberapa jam kepergian Reno berlalu, dia pergi kerumah Fandi , dan untuk memberi kejutan ia tak memberi tahu kedatangannya pada Fandi. Sampai dirumah Fandi..
“Fandi” Teriak Jeni bersemangat, smabil membayangkan kejutannya ini akan disambut dengan sangat indah oleh Fandi.
“Syapa..?” tanya seorang wanita smabil keluar dari dalam rumahnya.. Wanita itu kira-kira seumuran dengannya. Mengenakan pakaian tangtop dan celana jeans yang ketat.
“Fandinya ada..?” Tanya Jeni dengan hati-hati pada wanita itu..
“Lo Jeni??” Tanya wanita itu dengan nada kaget, nyolot sambil melihat dengan tatapan merendahkan. Matanya menyapu tubuh Jeni dari atas sampai sepatunya.
“Masuk” Kata wanita itu dengan nada tidak bersahabat.
Jeni masuk, dan duduk diruang tengah setelah dipersilahkan.
“Fandi dimana ya?” Tanya Jeni bingung, melihat wanita itu bukannya segera memanggil Fandi, tapi malah duduk didepannya.
“Fandi dirumah sakit, tadi pagi dia overdosis.. Gw udah tau kalo lo ceweknya Fandi.. Dia ga akan mau ketemu sama lo lagi.” Jawab wanita itu masih dengan jutek.
Jeni kaget mendengar jawaban itu ia tak percaya dengan apa yang dikatakan. Fandi overdosis? Berarti selama ini dia pemakai?? Tapi bukan itu yang sesungguhnya ia khawatirkan, melainkan pernyataan kalau Fandi tak mau menemuinya lagi.!! Menurutnya Fandi tak punya alasan melakukan itu padanya…
“Kenapa Fandi gamau nemuin gue lagi” Tanya Jeni dengan suara yang mulai serak.
Wanita itu tidak menjawab, ia berdiri dan mendekati Jeni. Ia menjulurkan tangannya, dan masih dengan bingung Jeni membalas uluran tangan itu. Ia tak mengerti, kenapa setelah lama bercakap-cakap baru wanita itu mau menyalamnya.
“Kenalin, gw Clara, tunangannya Fandi.”Jawab wanita itu sambil menyalam tangan jeni.
Waktu berlalu begitu cepat.. Sambil menangis, Jeni memaksa dirinya untuk terus berjalan, menuju rumahnya. Jauh sekali ia rasa perjalanan yang harus ia lalui, tak seperti saat ia berangkat tadi. Dadanya begitu sakit, seperti baru ditusuk oleh panah yang begitu tajam. Nafasnya berat. Ia terus memegang dadanya sambil menangis..tak peduli ditatap banyak orang..Teringat lagi cerita dari Clara yang sampai detik ini seakan mimpi buruk baginya.
Gw ga pernah pacaran sama Reno.. Tapi kami khilaf Jen, dua bulan yang lalu saat gw ngumpul sama reno dan teman-teman kami yang lain, kami khilaf, dan kehilangan kontrol, dan semuanya terjadi. Sekarang gw udah hamil. Gw udah positif hamil Jen, dan Reno harus bertanggung jawab!! Reno udah bersedia bertanggung jawab dari seminggu yang lalu. Tapi gw bingung dia gak juga mutusin lo!! Tapi dia janji bakal mutusin lo secepatnya. Tapi gw pikir Reno akan berat bilang semua ini ke lo, karena dia sangat sayang sama lo!! Jadi gw yang akan ngomongin ini ke lo. Lagian gw rasa anak kayak lo ga suka sama cowok narkobaan kayak Reno bukan? Mending lo ga usah nemuin Reno lagi..
Air matanya tak berhenti menangis, sampai akhirnya ia tiba didepan rumahnya, ia coba mengatur nafasnya, melap air matanya, dan masuk kerumahnya mencoba memasang wajah letih agar tak disodorkan bejibun pertanyaan dari orangtuanya.
Rencananya berhasil, ia tidak disodorkan beribu pertanyaan oleh orangtuanya, tapi ia diberi sebuah informasi yang membuat seakah ia ingin hilang dari dunia ini. Mendapat informasi itu, ia jadi merasa dunia membencinya, ia merasa langit tak mau lagi bersahabat dengannya sehingga mengeluarkan petir yang menyambar hatinya.
“Jeni, semua sudah terjadi, dan kamu harus tabah ya nak..” Ucap ayahnya.
Mobil yang ditumpang Reno menuju Bandung mengalami kecelakaan, menurut cerita ayahnya yang didapat dari seseorang yang memebri informasi tentang kejadian itu, mobil yang ditumpangi Reno menabrak pohon… Reno menjadi satu dari 11 orang yang meninggal
Tubuh Jeni rasanya melemas.. kakinya seakan tak lagi menginjak tanah. Ia terjatuh. Karena tak kuasa menahan sakit didadanya. Akhirnya ia lepaskan tangisannya, dan berteriak sejadi-jadinya…
Ayahnya datang menghampirinya dan memeluknya dengan erat, Ia ikut menangis bersama putrinya. Ia menangis sekuat-kuatnya..
Malamnya ambulans datang mengantar jenazah Reno. Dan Jeni terduduk lemas didalam kamarnya. Tak mampu melihat mayat adiknya yang dulu dibencinya, namun ternyata hatinya sangat menyayanginya.
Ayahnya masuk masih dengan wajah sedih. Duduk disebelah Jeni..
“Kita harus menerima kenyataan yang ada nak.” Kata ayahnya pada Jeni.
“Terlalu cepat pa dia pergi..” Jawab Jeni dengan suara tinggi.
“Ssst, ga ada yang bisa mengatur umur manusia sayang. Reno itu sangat sayang padamu.. Ia dari kecil selalu bangga sama kakanya, dan selalu ingin melindungi kakaknya. Waktu kamu pacaran, ia selalu takut kamu dekat dengan pria yang tidak baik, ia ingin kamu hanya dimiliki oleh pria yang baik nantinya, makanya ia takut kamu pacaran sekarang, karena kamu belum cukup dewasa, dan belum punya banyak pengalaman untuk memilih mana pria yang pantas untuk diri kamu. Makanya ia menentang kamu pacaran.”
Teringat ia akan apa yang baru ia hadapi tentang Fandi.. Jeni menangis makin kuat. Kali ini ia ga tanggung-tanggung berteriak. Ketia jenazah Reno dikuburkan, Jeni masih teriak-teriak histeris. Ayahnya terus berusaha menenangkannya meskipun tak mempan. Ia terus berteriak memanggil nama Reno, menyesali perbuatannya ga percaya pada adiknya. Menyesali membuang waktu yang sudah diberikan Tuhan untuk bermain sama Reno, menyesali sering dendam dan benci sama Reno sewaktu kecil dulu, menyesal pernah mengatakan ingin hidup tanpa Reno. Tapi semua sudah tak ada gunanya. Seandainya waktu bisa diulang mungkin semua bisa dihindari. Sayang waktu mengalir seperti air dan tak bisa mundur lagi. Hanya air mata yang bisa diharikan ketika penyesalan menikam kita. Yang Jeni lakukan selanjutnya hanyalah mengingat terus keinginan adiknya, supaya ia tidak pacaran dulu. Dan terus menjaga dirinya, agar tidak dekat dengan pria yang tidak baik.
Dalam hatinya. Ia selalu memanggil nama adiknya, kadang berbisik sendiri, dan bisikkan itu ditujukan untuk adiknya.. ‘Reno BANGUNLAH!!