Apa yang anda lakukan kalau menjadi
presiden negeri ini?
Ada hal
sederhana yang tampaknya perlu dilakukan. Yakni, mengajak seluruh bangsa
ini bersepakat. Nama negara ini perlu diganti. Nama Indonesia terasa sudah
kurang segar. Kurang mampu memberi gairah, apa lagi menggetarkan warganya. Nama
Indonesia terasa lebih memenuhi keperluan legal formal. Bukan keperluan untuk
dapat memberi nilai maknawi yang substansial. Misalnya mendorong etos warganya.
Tidak setuju nama Indonesia di
ganti? (Simak argumentasinya di sini) Boleh-boleh
saja. Ini bangsa dan negara demokrasi. Tapi dari berbagai percakapan informal
dapat disimpulkan, umumnya kita menyetujui gagasan ini. Banyak alasan yang
mendasarinya. Bukan sekedar persoalan persoalan suka atau tidak. Sebab nama
perlu berjiwa. Spirit atau jiwa itulah yang dapat melentingkan penyandangan
untuk maju. Shakespeare bisa saja mengatakan “apalah arti sebuah nama.” Namun,
untuk konteks kita sekarang, nama yang berspirit teramat penting. (Simak juga argumentasinya
di sini) Tanpa spirit, tak akan ada kemajuan yang dapat diraih.
Kenyataan di masyarakat memperkuat
kebutuhan ini. Mari kita tengok kasus Lapindo. Hingga kini belum selesai. Belum
pula ada skenario jelas bagaimana menyelesaikannya. Nasib para korbannya juga
masih banyak terbengkalai. Tengok pula nasib petani kita. Sampai sekarang kita
tak punya skenario jelas buat mengangkat nasib petani. Sama tak jelasnya dengan
alternatif solusi bagi berbagai krisis lainnya.
Banjir di berbagai daerah masih akan
berulang dan berulang. Krisis pangan, seperti daging, kedelai, atau minyak
goreng baru-baru ini, berpotensi lebih sering terjadi. Belum lagi krisis
energi. Harga minyak BBM sudah jelas naik. Listrik mulai padam dan PLN ingin
menaikan lagi harganya. Minyak tanah susah. Solusi listrik tenaga nuklir tak
terwujud. Tempat pembuangan sampah yang tak menentu, bahkan tidak ada pabrik
pendaur ulang yang besar. Demonstrasi. Kerusuhan. Keuangan negara tak menentu.
Hingga muncul gagasan yang tidak lazim: Menyewakan hutan lindung untuk di
jadikan pertambangan. Apa dari solusi persoalan itu? Kita cenderung hanya akan
menggelengkan kepala. Kita, bangsa ini, tengah sakit.
Tentu kita harus tetap tersenyum,
bersyukur, dan ikhlas. Itu modal utama untuk bangkit. Namun sakit juga harus
diobati. Sedangkan obat, kata Ibnu Sina, bukan saja yang berbentuk material
dengan mekanisme yang dapat dijelaskan secara rasional. Obat yang menyembuhkan
juga harus mencakup jiwa. Harus ada intervensi jiwa untuk melahirkan “formula
kesembuhan”. Intervensi jiwa begitu penting buat kesembuhan. Apalagi di saat
obat material yang rasional belum dapat terlihat secara jelas. Seperti yang
kita hadapi sekarang.
Pada masyarakat tradisional ada kearifan.
Yakni saat seorang anak sakit berkepanjangan. Berbagai macam obat tak mampu
mengatasinya. Maka orang tuanya akan mengganti nama sang anak. Tradisi seperti
itu seperti tak bernalar. Mana mungkin sakit diatasi dengan mengganti nama.
Tapi, umumnya terbukti anak akan menjadi lebih sehat. Ada suasana baru, ada
spirit baru. Itulah yang menyehatkan. Prinsip itu serupa dengan pendekatan
komunikasi pemasaran. Ada “siklus hidup”. Sebelum mencapai tahap “dewasa” yang
kemudian menurun, produk perlu disegarkan. Banyak Amway, misalnya, disegarkan
dengan bendera baru Network-21. Hal serupa terjadi pada ranah publik. Kota
Bombai, misalnya, sekarang ganti nama menjadi Mumbai.
Lalu mengapa ragu melakukan itu pada
Indonesia? Nama Indonesia bukan sekedar tak berakar, namun juga tak berjiwa. Apalagi
sudah banyak yang terluka oleh nama Indonesia. Politik masa lalu yang menjadi
penyebabnya. Kita juga punya pilihan nama yang lebih baik: Nusantara. Sebuah
nama yang berakar panjang pada tanah manusia di kepulauan khatulistiwa ini.
Bernard Vlekke, penulis sejarah yang sangat lengkap tentang bangsa kita,
memberi judul bukunyaNusantara. Bukan Indonesia. Dengan menjadi Republik
nusantara, tidak akan ada lagi tetangga yang mengejek kita dengan sebutan
“orang-orang Indon”. Kita juga akan lebih antusias menyanyikan lagu kebangsaan
“Nusantara Raya merdeka-merdeka!” Antusiasme inilah yang akan membuka
langkah-langkah baru buat bangkit.
Sumber :
http://cukilantaufik.blogspot.co.id/2011/12/republik-nusantara.html